Sabtu, 08 April 2017

Cara Mengajar yang Efektif



Resume 2  Mata Kuliah Psikologi Pendidikan

CARA MENGAJAR YANG EFEKTIF      

            Karena mengajar adalah hal yang kompleks dan karena murid-murid itu bervariasi, maka tidak ada cara tunggal untuk mengajar yang efektif untuk semua hal (Diaz, 1997). Guru harus menguasai berbagai perspektif dan strategi, dan harus bisa mengaplikasikannya secara fleksibel. Hal ini membutuhkan dua hal utama yaitu:
1.      Pengetahuan dan keahlian profesional, dan
2.      Komitmen dan motivasi

A.    Pengetahuan dan Keahlian Profesional
Guru yang efektif menguasai materi pelajaran dan keahlian atau keterampilan mengajar      yang baik. Guru yang efektif memiliki strategi pembelajaran yang baik dan didukung oleh metode penetapan tujuan, rancangan pengajaran, dan manajemen kelas. Mereka tahu bagaimana memotivasi, berkomunikasi, dan berhubungan secara efektif dengan murid-murid dari beragam latar belakang kultural. Mereka juga memahami cara menggunakan teknologi yang tepat guna di dalam kelas.

1.      Penguasaan Materi Pelajaran
Guru yang efektif harus berpengatahuan, fleksibel, dan memahami materi. Tentu saja, pengetahuan subjek materi bukan hanya mencakup fakta, istilah, dan mkonsep umum. Ini juga membutuhkan pengetahuan tentang dasar-dasar pengorganisasian materi, mengaitkan berbagai gagasan, cara berpikir dan berargumen, pola perubahan dalam satu mata pelajaran, kepercayaan tentang mata pelajaran, dan kemampuan untuk mengaitkan satu gagasan dari suatu disiplin ilmu ke disiplin ilmu lainnya.

2.      Strategi Pengajaran
Prinsip kontruktivisme adalah inti dari filsafat pendidikan William James dan John Dewey. Konstruktivisme menekankan agaar individu secara aktif menyusun dan membangun (to construct) pengetahuan dan pemahaman. Menurut pandangan konstruktivisme, guru bukan sekedar memberi informasi kepikiran anak, akan  tetapi guru harus mendorong anak untuk mengneksplorasi dunia mereka, menemukan pengetahuan, merenung,  dan berpikir secara kritis (Brooks & Brooks, 2001). Reformasi pendidikan dewasa ini semakin mengarah kepengajaran berdasarkan perspektif konstruktivisme ini. Penganut  konstruktivisme memandang bahwa pendidikan anak Amerika sudah terlalu lama dalam menekankan agar anak duduk diam, menjadi pendengar pasif, dan menyuruh anak menghafal informasi yang relevan maupun yang relevan.

3.      Penetapan Tujuan dan Keahlian Perencanaan Instruksional
Guru yang efektif tidak hanya sekadar mengajar di kelas, entah itu dia menggunakan perspektif tradisioanal atau konstruksivisme. Mereka harus menentukan tujuan pengajaran dan menyusun rencana unutk menncapai tujaun itu (Pintrich & Schunk, 2002). Mereka juga harus menyusun kriteria tertentu agar sukses. Mereka menghabiskan banyak waktu untuk menyusun rencana instruksional, mengorganisasikan pelajaran agar murid memraih hasil maksimal dari kegiatan belajarnya. Dalam menyusun renncana, guru memikirkan tentang cara agar pelajaran bisa menantang sekaligus menarik.

4.      Keahlian Manajemen Kelas
Aspek penting lain untuk menjadi guru yang efektif adalah mampu menjaga kelas tetap aktif bersama dan mengorienttasikan kelas ke tugas-tugas. Guru yang efektif membangun dan mempertahankan lingkungan belajar yang kondusif.

5.      Keahlian Motivasional
Guru yang efektif punya strategi yang baik untuk memotivasi murid agar mau belajar (Boekaerts, Pintrich & Zeidner, 2000; Stipek, 2002). Para ahli psikologi pendidikan semakin percaya bahwa motivas ini paling baik didorong dengan memberi kesempatan murid untuk belajar di dunia nyata, agar setiap murid berkesempatan menemui sesuatu yang baru dan sulit (Brophy, 1998). Guru yang efektif tahu bahwa murid akan termotivasi saat mereka bisa memilih sesuatu yang sesuai dengan minatnya. Guru yang baik akan memberi kesempatan murid untuk berpikir kreatif dan mendalam untuk proyek mereka sendiri  (Runco).


6.      Belajar Secara Efektif dengan Murid dari Latar Belakang Kultural yang Berlainan
di dunia yang saling berhubungan secara kultural ini, guru yang efektif harus mengnetahui dan memahami anak dengan latar belakang kultural yang berbeda-beda, dan sensitif terhadap kebutuhan mereka (Cushner, 2003; Johnson,2002; Johnson & Johnson, 2002; Spring 2002) guru yang efektif mendorong murid untuk menjalin hubungan positif dengan murid yang berbeda.
Persoalan kultural yang harus dipahami dengan baik oleh guru yang kompeten antara lain:
a.       Apakah saya mengetahui kekuatan dan kompleksitas pengaruh kultural terhadapa murid?
b.      Apakah penilaian saya tentang murid memang ada dasarnya secara kultural atau hanya prasangka?
c.       Apakah saya sudah melihat dari perspektif murid saya yang datang dari latar belakang kultural yang berbeda dengan saya?
d.      Apakah saya mengajarkan keahlian yang dibutuhkan murid untuk berbicara di kelas, terutama kepada murid mempunyai kultur yang jarang memberi peluang orang untuk berbicara “ di depan umum”.

7.      Keahlian Teknologi
Teknologi itu sendiri tidak selalu meningkatkan kemampuan belajar murid. Dibutuhkan syarat atau kondisi lain untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendukung proses belajar murid (Earle, 2002; Sharp, 2002). Kondisi-kondisi ini antara lain (international Society for Technology in Education, 2001):
1.      Visi dan dukungan dari tokoh pendidikan
2.      Guru yang menguasai teknologi untuk pengajaran
3.      Standar dan isi kurikulum
4.      Penilaian efektivitas teknologi untuk pembelajaran, dan
5.      Memandang anak sebagai pembelajar yang aktif dan konstruktif.

Guru yang efektif mengembangkan keahlian teknologi dan mengintegrasikan komputer ke dalam proses belajar di kelas(Male, 2003). Integrasi ini harus disesuaikan dengan kebutuhan belajar murid, termasuk kebutuhan mempersiapkan murid untuk mencari pekerjaan di masa depan, yang akan sangat membutuhkan keahlian teknologi dan keahlian berbasis komputer (Maney, 1999).


B.     KOMITMEN DAN MOTIVASI
Menjadi guru yang efektif juga membutuhkan komitmen dan motivasi. Aspek ini mencakup sikap yang baik dan perhatian kepada murid. Guru yang efektif juga punya kekpercayaan diri terhadap kemampuan mereka dan tidak akan membiarkan emosi negatif melunturkan motivasi mereka. Dalam setiap pekerjaan, orang mudah berperilaku negatif. Semangat yang menggebu pada awal masa kerja bisa jadi berubah menjadi kejemuan. Setiap hari, guru yang efektif akan membawa sikap positif dan semangat ke dalam kelas. Sifat-sifat ini mudah menular dan membantu membuat kelas menjadi nyaman bagi murid.

Bibliography

Santrock, J. W. (2004). Psikologi Pendidikan. jakarta: PRENAMEDIAGROUP.



Motivasi dalam Pembelajaran



Resume 1 Mata Kuliah Psikologi pendidikan

MOTIVASI

Mengeksplorasi Motivasi
Seorang pemuda kanada, Terry Fox, menyelesaikan lari jarak jauh yang luar biasa dalam sejarah (McNally, 1990). Dia rata-rata berlari sejauh jarak lari maraton (26,2 mil) setiap hari selama lima bulan, dan karenanya menempuh total 3359 mil  melintasi Kanada. Apa yang membuatnya jadi luar biasa adalah karena Terry Fox kehilangan satu kaki akibat kanker sebelum dia lari, dan karenanya dia lari dengan bantuan kaki palsu. Terry Fox jelas orang yang penuh dengan motivasi, tapi apa makna dari motivasi itu sesungguhnya?

Apa motivasi Itu?
            Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama.
Contoh lain dari motivasi adalah Lance Armstrong. Lance Armstrong adalah pembalap sepeda yang hebat tetapi kemudian dia didiagnosis mengidap kanker pada tahun 1996. Peluang kesembuhannya diperkirakan kurang dari 50 persen saat pembalap sepeda itu mengikuti kemoterapi dan emosinya memburuk. Akan tetapi, Lance pulih dari penyakit itu dan bertekad memenangkan lomba Tour de France sejauh kurang lebih dari 2000 mil, sebuah lomba balap sepeda paling bergengsi di dunia. Hari demi hari Lance berlatih keras, terus bertekad memenangkan lomba itu. Lance kemudian berhasil memenangkan lomba balap Tour de France bukan hanya sekali, tetapi empat kali pada 1999, 2000, 2001, dan 2002.

Perspektf tentang Motivasi
1.      Perspektif Behavioral
Perspektif ini menekankan imbalan dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi murid. Insentif adalah peristiwa atau stimuli positif dan negatif yang dapat memotivasi perilaku murid. Pendukung penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat dan menjauhkan mereka  dari perilaku yang tidak tepat (Emmer dkk., 2000).
Insentif yang dipakai guru di dalam kelas antara lain nilai yang baik, yang memberikan indikasi tentang kualitas pekerjaan murid, dan tanda bintang atau hadiah.



2.      Perspektif Humanistis
Perspektif ini menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka. Perspektif ini berkaitan erat dengan  pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi.
Hierarki kebutuhan Maslow adalah sebagai berikut:
·         Fisiologis: lapar, haus, tidur
·         Keamanan (safety): bertahan hudup, seperti perlindungan dari perang dan kejahatan
·         Cinta dan rasa: keamanan (security), kasih sayang dan perhatian dari orang lain.
·         Harga diri: menghargai diri sendiri
·         Aktualisasi diri: realisasi potensi diri.

Menurut Maslow, misalnya, murid harus memuaskan kebutuhan makan sebelum merek dapat beradaptasi.

3.      Perspektif Kognitif
Menurut perspektif ini, pemikiran murid akan memandu motivasi mereka. Belakangan ini muncul minat besar pada motivasi menurut perspektif kognitif (Pintrich & Schunk, 2002). Minat ini berfokus pada ide-ide seperti motivasi internal murid untuk mencapai sesuatu, atribusi mereka, dan keyakinan mereka bahwa mereka dapat mengontrol lingkungan mereka secara efektif. Perspektif kognitif juga menekankan arti penting dari penentuan tujuan, perencanaan dan monitoring kemajuan menuju suatu tujuan (Schunk & Ertmer, 2000; Zimmerman & Schunk, 2001). Perspektif kognitif tentang motivasi sesuai dengan gagasan R.W.White (1959), yang mengusulkan konsep motivasi kompetensi, yakni ide bahwa orang termotivasi untuk menghadapi lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia mereka, dan memproses informasi secara efisien. White mengatakan bahwa orang melakukan hal-hal tersebut bukan karena kebutuhan biologis, tetapi karena orang mempunyai motivasi internal untuk berinteraksi dengan lingkungan secara efektif.

4.      Perspektif sosial
Kebutuhan afiliasi atau keterhubungan adalah motif untuk berhubungan dengan orang lain secara aman. Ini membutuhkan pembentukan, pemeliharaan dan pemulihan hubungan personal yang hangat dan akrab. Kebutuhan afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, keterikatan mereka dengan orang tua, dan keinginan untuk menjlain hubungan positif dengan guru.
Murid sekolah yang mempunyai hubungan yang penuh perhatian dan suportif biasanya memiliki sikap akademik yang positif dan lebih senang bersekolah (Baker, 1990; Stipek, 2002)

Motivasi Untuk Meraih  Sesuatu
            Perhatian terhadap motivasi di sekolah telah dipengaruhi oleh perspektif kognitif. Dalam bagian ini, kita akan mempelajari sejumlah strategi kognitif efektif untuk meningkatkan motivasi murid untuk meraih sesuatu dan untuk berprestasi. Kita mulai bagian ini dengan mengeksplorasi perbedaan krusial antara motivasi ekstrinsik (eksternal) dan motivasi intrinsik (internal).

Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik
1.      Motivasi Ekstrinsik
Adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid mungkin belajar keras menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik.
2.      Motivasi intrinsik
Adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid mungkin belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan. Motivasi intrinsik terbagi dua yaitu:
a.       Determinasi diri dan pilihan personal
b.      Motivasi intrinsik dari pengalaman optimal


a.       Determinasi diri dan pilihan personal
Salah satu pandangan tentang motivasi intrinsik menekankan pada determinasi diri (deCharms, 1984; Deci, Koestner, & Ryan, 2001; Deci & Ryan, 1994; Ryan & Deci, 2000). Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal.
Para periset menemukan bahwa motivasi internal dan minat intrinsik dalam tugas sekoilah naik apabila murid punya pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka (Grolnick dkk.,2002; Stipek, 1996, 2002)

b.       pengalaman Optimal
mihaly Csikszentmihalyi (1990, 1993, 2002; Nakamura & Csikszentmihalyi, 2002) juga mengembangkan ide yang relevan untuk memahami motivsi intrinsik. Dia menemukan bahwa pengalaman optimal itu kebanyakan terjadi ketika orang merasa mempu untuk menguasai dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas.

Bibliography

Santrock, J. W. (2004). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP.
(Santrock, 2004)
   

Sabtu, 18 Maret 2017

Implikasi Psikologi Pendidikan dengan Tahap Perkembangan



PSIKOLOGI DAN TAHAP PERKEMBANGAN
Tahap perkembangan manusia dikaitkan dengan pendidikan. Perbedaan antara TK, SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi.

Perkembangan Anak sampai Remaja.

A.MASA BAYI (0-2tahun)
Perkembangan Piaget : Tahap Sensori motorik
Kondisi Fisik dan panca indera berkembang cepat
Bayi membangun pemahaman tentang membangun dunia, dengan mengoordinasikan pengalaman sensoris tindakan fisik.
Implikasi yang dapat dilakukan adalah menunjukkan kepada seorang bayi sebuah mainan yang menarik dan menggoyangkannya dihadapan si bayi atau bisa menyembunyikannya dibawah selimut. Biasanya bayi yang sudah mulai bisa merangkak akan berusaha mencari dan menyibakkan selimut tersebut.
Dari kognisi sensorimotorik yang melibatkan kemampuan untuk menata dan mengoordinasi sensasi dengan gerakan fisik serta mengikutsertakan kesadaran akan objek yang kita berikan kepada si bayi.

B.MASA KANAK-KANAK AWAL (2-6tahun)
Masa negative (Trot Zalter)
Masa bermain :  occupied play, onlooker play, selftary dependent play , pararel play, associative Play , Cooperative play
Masa Meniru
Masa eksplorasi (rasa ingin tahu yang tinggi)
Tahap Piaget :Tahap praoperasional
-Belajar menggunakan bahasa
-cara berpikir egosentris
Tahap 1: Hukuman
Tahap 2:Ganjaran

Implikasi yang dapat di lakukan adalah dengan membiarkan si anak bermain dan mengeksplorasi.
Di dalam bermain anak memiliki nilai kesempatan untuk mengekspresikan sesuatu yang ia rasakan dan pikirkan. Dengan bermain, anak sebenarnya sedang mempraktekkan keterampilan dan anak mendapatkan kepuasan dalam bermain, yang berarti mengembangkan dirinya sendiri. Dalam bermain, anak dapat mengembangkan otot kasar dan halus, meningkatkan penalaran, dan memahami keberadaan lingkungannya, membentuk daya imajinasi, daya fantasi, dan kreativitas.
Merupakan ciri periode pra operasional yang ditemukan pada usia 2-7 tahun ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura. Pada masa ini anak lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan,mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep angka,ruang, kuantitas dan sebagainya . Seringkali anak hanya sekedar bertanya, tidak terlalu memperdulikan jawaban yang diberikan dan walaupun sudah dijawab anak akan bertanya terus. Anak sudah menggunakan berbagai simbol atau representasi benda lain. Misalnya sapu sebagai kuda-kudaan, sobekan kertas sebagai uang dan lain-lain. Bermain simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan bagi anak akan dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya.

Dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berusia 2 – 6 tahun, yang berada pada tahap perkembangan awal masa kanak-kanak, yang memiliki karakteristik berpikir konkrit, realisme, sederhana, animisme, sentrasi, dan memiliki daya imajinasi yang kaya

MASA KANAK KANAK AKHIR
-Sejak 6 tahun sampai matang secara seksual (setara dengan usia tingkat SD)
-Pengaruh teman mulai dominan
-Mampu berpikir logis tentang objek dan kejadian
-Menguasai konvensi jumlah dan berat
-Mampu mengklarifikasikan objek
-Tingkat perkembangan Moral : Konvensional
Tahap 3 :Orientasi "Goodboy /girl
Tahap 4 :Orientasi otoritas
Menurut Erikson Tahap industry vs inferiority ( rendah diri)
Tahap piaget :Tahap konkret operasional

Implikasi yang dapat diberikan adalah di dalam permainan
Pada usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules dimana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh peraturan
Mengajarkan sang anak untuk bersikap lebih sportif , jujur , dan melatih fisik sang anak.
Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah dasar adalah 6 tahun dan selesai pada usia 12 tahun. Kalau mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak, berarti anak usia sekolah berada dalam dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah (6-9 tahun), dan masa kanak-kanak akhir (10-12 tahun). Anak-anak usia sekolah ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang melakukan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran. Menurut Havighurst, tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi:
a.Menguasai keterampilan fisik dan perkembangan anak usia dalam permainan dan aktivitas fisik.
b.Membina hidup sehat
c. Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok
d. Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin.
e. Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat.
f. Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif.
g. Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai. Mencapai kemandirian pribadi.

Dalam upaya mencapai setiap tugas perkembangan tersebut, guru dituntut untuk memberikan bantuan berupa:
a. Menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik.
b.Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bergaul dan bekerja dengan teman sebaya, sehingga kepribadian sosialnya berkembang.
c.Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman yang konkret atau langsung dalam membangun konsep.
d.Melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai-nilai, sehingga siswa mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi pegangan bagi dirinya. Pendidikan di SD merupakan jenjang pendidikan yang mempunyai peranan sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)


MASA REMAJA (ADOLOSENCE)
Mulai usia 11 atau 12 sampai 18 atau 24 tahun
Perkembangan Fisik         : Mengarah ke bentuk orang dewasa
Perkembangan Seksual   : Mulai aktifnya hormon seksual "Heteroseksual " Tertarik pada lawan   jenis
Perkembangan Emosional :Emosi tidak stabil berubah-ubah, Mudah meledak
Perkembangan Kognitif   : Tahap Formal operasional
-Mampu berpikir logis secara abstrak
-Menaruh perhatian tentang masa depan konsep ideologis dan membuat hipotesis pola pikir cenderung egosentris
-Perkembangan identitas diri adalah Identity Vs Role consfusional
-Timbul pertanyaan siapa saya
-Ingin diakui dan cenderung mengikuti idola
-Perkembangan Moral "Kebanyakan tingkat konvensional namun sebagian sudah past konvensional
Tahap 5 :Orientasi kontak sosial
Tahap 6 :Orientasi asas etis
Implikasi yang dapat diberikan di bidang pendidikan adalah
Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori – teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain.
Melihat masa remaja sangat potensial dan dapat berkembang ke arah positif  maupun negatif maka intervensi edukatif dalam bentuk pendidikan, bimbingan, maupun pendampingan sangat diperlukan untuk mengarahkan perkembangan potensi remaja tersebut agar berkembang ke arah positif dan produktif. Rekomendasi masa remaja merupakan masa dimana individu mencari identitas atau jati dirinya, dalam fase ini remaja mengalami kesulitan dalam menjalani perkembangan sosialnya, agar remaja tidak terjerumus kedalam lingkungan sosial yang menyimpang, oleh sebab itu peran guru dan orang tua menjadi sangat penting dalam membantu remaja mengatasi hambatan- hambatannya dalam kehidupan sosialnya.
Memberikan pelajaran tentang seks
Memberikan ruang untuk anak remaja dalam mengembangkan bakat
dan mendapat pola pengawasan yang baik dari orang tua